Jalan ke Tanah Suci (2)
Kyoto memasuki musim semi ketika saya tiba di sana. Musim bunga sakura berbunga telah lewat. Minggu2 pertama sungguh menyenangkan dan seperti banyak kunjungan ke luar negeri, berbagai rencana yang menyenangkan telah diatur. Kata kawan kita akan pergi ke laut memancing bersama-sama. Kawan yang lain akan mengatur acara jalan-jalan di Kyoto dan seputarnya. Kita akan Ong Seng... mandi air panas dll. Maklum akan tinggal di sana selama enam bulan.
Tetapi apa yang terjadi kemudian sungguh di luar dugaan. Suatu penyakit aneh menyerang berhari-hari, berminggu-minggu dan berbulan-bulan dan tidak diketahui apa penyebabnya. Dokter-dokter Jepang yang dikenal ahli dan punya fasilitas RS yang moderen pun tidak tahu penyebabnya dengan pasti (namun ini topik lain yang akan dibahas kapan2 atau bila bila masa). Dokter berganti dan RS berganti, tidak ada yang tahu penyebabnya apa. Mungkin penyakit itu juga yang menyebabkan saya sakit perut luar biasa suatu hari sehingga pingsan dan jatuh yang menyebabkan kepala bocor dan dijahit. Oleh dokter kemudian diberikan jaring penutup kepala putih seperti kopiah haji... dan kawan-kawan mulai mengejek... Pak Haji.
Penyakit itu akhirnya ditemukan penyebabnya melalui endoscopy test hanya sebulan sebelum saya menghabiskan waktu di Kyoto. Dalam penderitaan rasa sakit, cemas dan takut itu lah, doa-doa dipanjatkan. Ketika akan tidur lafal-lafal doa disebutkan agar sakit disembukan oleh yang Kuasa dan agar rasa sakit menjadi tidak terasa dan agar mata bisa terpejam untuk tidur. Penderitaan itu terasa makin lengkap... ketika saya berjumpa dengan seorang pengikut kaum nabi Luth yang dengan segala bujuk rayu... ingin memperaktekkan ajaran yang dilarang nabi Luth itu dengan saya. Pengikut ajaran kaum nabi Luth itu sungguh baik luar biasa, namun ternya di atas semuanya ada udang di balik batu... ia ingin memperaktekkan ajaran itu. Sungguh hari-hari yang menyedihkan dan menyakitkan.
Pada hari-hari menderita itu lah, keputusan untuk menunaikan ibadah haji, ikut bersama dengan istri juga dibuat. Mungkin keputusan dibuat karena takut pada Tuhan atau juga untuk 'membujuk' Tuhan agar penyakit disembuhkan. Alhamdulillah kemudian penyakit itu ditemukan penyebabnya dan perlahan-lahan bisa diobati, walaupun kemudian meninggalkan penyakit yang lain.
Demikian lah istri saya kemudian mengusahakan akan kami bisa berangkat bersama pada akhir tahun 2006 itu. Tahun itu adalah tahun haji akbar yang ditungu-tunggu dan hanya terjadi kalau tidak salah 10 tahun sekali. Namun apa hendak dikata, saya terlambat mendaftarkan untuk berangkat karena kuota sudah penuh. Karena ingin berangkat bersama saya, istri yang telah mendapatkan kuota, menunda keberangkatan sehingga tahun berikutnya. Ia menunda keberangkatan pada haji akbar.
Alhamdulillah tahun berikutnya tahun 2007, saya dipastikan mendapatkan kuota untuk berangkat bersama dengan istri. Di tanah suci itu banyak cerita yang menarik. Mungkin sebagaian sama dengan pengalaman orang lain di tanah suci tapi sebagaian lainnya insya Allah berbeda.
Tapi sebelum cerita-cerita itu, ada pesan di balik cerita keberangkatan ini. Sebaiknya orang tidak perlu menunggu sampai sakit untuk memutuskan naik haji. Haji, haji, haji memang sebaiknya ada dalam angan-angan sebagaimana misalnya angan-angan saya untuk pergi sekolah ke luar negeri dan untuk mengunjungi berbagai tempat. Bayangkan angan-angan itu sebagai sesuai yang menyenangkan dan baik, dan insya Allah bisa terwujud. Ketika saya berjumpa dengan beberapa orang yang naik haji yang kebanyakan ternyata para pedagang, peniaga, wiraswastawan/wati, mereka yang non-PNS, tukang beca dan petani, cita-cita dan angan-angan naik haji tertanam dalam di dalam hati mereka seperti saya juga menanam dalam-dalam angan-angan untuk selalu berjalan-jalan ke manca negara. Anda tentu sering mendengar bahwa cita-cita petani untuk bekerja keras adalah agar bisa naik haji atau cita-cita tukang beca untuk naik haji. Demikian lah apa yang mereka angankan dari dalam hati itu banyak yang menjadi kenyataan. Mereka adalah orang-orang yang sangat bersemangat di tanah suci, mengatasi segalah hambatan (yang insya Allah akan diceritakan juga) di tanah haram itu.
Kyoto memasuki musim semi ketika saya tiba di sana. Musim bunga sakura berbunga telah lewat. Minggu2 pertama sungguh menyenangkan dan seperti banyak kunjungan ke luar negeri, berbagai rencana yang menyenangkan telah diatur. Kata kawan kita akan pergi ke laut memancing bersama-sama. Kawan yang lain akan mengatur acara jalan-jalan di Kyoto dan seputarnya. Kita akan Ong Seng... mandi air panas dll. Maklum akan tinggal di sana selama enam bulan.
Tetapi apa yang terjadi kemudian sungguh di luar dugaan. Suatu penyakit aneh menyerang berhari-hari, berminggu-minggu dan berbulan-bulan dan tidak diketahui apa penyebabnya. Dokter-dokter Jepang yang dikenal ahli dan punya fasilitas RS yang moderen pun tidak tahu penyebabnya dengan pasti (namun ini topik lain yang akan dibahas kapan2 atau bila bila masa). Dokter berganti dan RS berganti, tidak ada yang tahu penyebabnya apa. Mungkin penyakit itu juga yang menyebabkan saya sakit perut luar biasa suatu hari sehingga pingsan dan jatuh yang menyebabkan kepala bocor dan dijahit. Oleh dokter kemudian diberikan jaring penutup kepala putih seperti kopiah haji... dan kawan-kawan mulai mengejek... Pak Haji.
Penyakit itu akhirnya ditemukan penyebabnya melalui endoscopy test hanya sebulan sebelum saya menghabiskan waktu di Kyoto. Dalam penderitaan rasa sakit, cemas dan takut itu lah, doa-doa dipanjatkan. Ketika akan tidur lafal-lafal doa disebutkan agar sakit disembukan oleh yang Kuasa dan agar rasa sakit menjadi tidak terasa dan agar mata bisa terpejam untuk tidur. Penderitaan itu terasa makin lengkap... ketika saya berjumpa dengan seorang pengikut kaum nabi Luth yang dengan segala bujuk rayu... ingin memperaktekkan ajaran yang dilarang nabi Luth itu dengan saya. Pengikut ajaran kaum nabi Luth itu sungguh baik luar biasa, namun ternya di atas semuanya ada udang di balik batu... ia ingin memperaktekkan ajaran itu. Sungguh hari-hari yang menyedihkan dan menyakitkan.
Pada hari-hari menderita itu lah, keputusan untuk menunaikan ibadah haji, ikut bersama dengan istri juga dibuat. Mungkin keputusan dibuat karena takut pada Tuhan atau juga untuk 'membujuk' Tuhan agar penyakit disembuhkan. Alhamdulillah kemudian penyakit itu ditemukan penyebabnya dan perlahan-lahan bisa diobati, walaupun kemudian meninggalkan penyakit yang lain.
Demikian lah istri saya kemudian mengusahakan akan kami bisa berangkat bersama pada akhir tahun 2006 itu. Tahun itu adalah tahun haji akbar yang ditungu-tunggu dan hanya terjadi kalau tidak salah 10 tahun sekali. Namun apa hendak dikata, saya terlambat mendaftarkan untuk berangkat karena kuota sudah penuh. Karena ingin berangkat bersama saya, istri yang telah mendapatkan kuota, menunda keberangkatan sehingga tahun berikutnya. Ia menunda keberangkatan pada haji akbar.
Alhamdulillah tahun berikutnya tahun 2007, saya dipastikan mendapatkan kuota untuk berangkat bersama dengan istri. Di tanah suci itu banyak cerita yang menarik. Mungkin sebagaian sama dengan pengalaman orang lain di tanah suci tapi sebagaian lainnya insya Allah berbeda.
Tapi sebelum cerita-cerita itu, ada pesan di balik cerita keberangkatan ini. Sebaiknya orang tidak perlu menunggu sampai sakit untuk memutuskan naik haji. Haji, haji, haji memang sebaiknya ada dalam angan-angan sebagaimana misalnya angan-angan saya untuk pergi sekolah ke luar negeri dan untuk mengunjungi berbagai tempat. Bayangkan angan-angan itu sebagai sesuai yang menyenangkan dan baik, dan insya Allah bisa terwujud. Ketika saya berjumpa dengan beberapa orang yang naik haji yang kebanyakan ternyata para pedagang, peniaga, wiraswastawan/wati, mereka yang non-PNS, tukang beca dan petani, cita-cita dan angan-angan naik haji tertanam dalam di dalam hati mereka seperti saya juga menanam dalam-dalam angan-angan untuk selalu berjalan-jalan ke manca negara. Anda tentu sering mendengar bahwa cita-cita petani untuk bekerja keras adalah agar bisa naik haji atau cita-cita tukang beca untuk naik haji. Demikian lah apa yang mereka angankan dari dalam hati itu banyak yang menjadi kenyataan. Mereka adalah orang-orang yang sangat bersemangat di tanah suci, mengatasi segalah hambatan (yang insya Allah akan diceritakan juga) di tanah haram itu.
3 comments:
kebanyakan orang lebih suka pergi keluar negri hanya untuk shooping, meskipun menelan dana yang cukup banyak, tapi untuk melaksanakan perintah agama mengeluarkan uang se sen pun rasanya terlalu besar, kesombongan yang dimiliki manusia hanya membawa malapetaka untuk manusia itu sendiri, hingga akhirnya Allah menegur agar kita kembali kejalannya, lewat sakit, penderitaan, kemiskinan, himpitan ekonomi yang merupakan jalan Allah agar manusia itu kembali ke jalann-NYA...
Hanya dengan kembali kejalanyalah hidup ini akan tenang...semoga ibadah haji yang telah ditunaikan membawa hikmah2 yang laur biasa yang tak mungkin bisa dilupakan dan kejadian2 yang dirasakan waktu di tanah suci mudah2 an membawa kita untuk kembali pergi ke tanah suci....
semoga menjai haji yang mabrur.....
Alhamdulillahirobil'alamin. Sungguh suatu nikmat dan anugerah yg tiada terkira sudah dapat menjalankan ibadah haji. Semoga menjadi haji mabrur.Dan semoga pengalaman Pak Eby dapat menyemangati muslimin dan muslimat yang belum berkesempatan berhaji, sesegera mungkin menyisihkan sebagian rejeki dan waktunya untuk berhaji atau paling gak menjadikan haji sebagai prioritas dalam hidup
alhamdulillah...terimakasih komentarnya.
Post a Comment