Sunday, January 20, 2008

Perjalanan ke Tanah Suci (3)

Perjalanan ke Tanah Suci (3)

Hari keberangkatan ke tanah suci pun menjelang. Bagi para calon jemaah haji, latihan dan training serta manasik haji telah dilakukan. Sebagian besar mereka ikut Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) dan sebagian lain mungkin mendapat pengarahan langsung dari Depag. Mereka mendapatkan segala pengarahan yang diperlukan sebelum keberangkatan. Umumnya ini adalah pengarahan praktis dan karena itu sebenarnya bisa dipelajari melalui buku-buku panduan dan sesekali ikut latihan prosesi dan manasik haji. Saya termasuk orang yang belakangan ini dan hanya ikut latihan manasik satu kali. Namun saya membaca buku-buku panduan dan juga buku tentang makna haji. Buku petunjuk teknis dan praktis haji banyak sekali tetapi tentang makna dan interpretasi tentang haji hampir tidak ada. Untuk buku yang terakhir ini satu-satunya yang bisa ditemui adalah karangan Ali Syariati berjudul Makna Haji.

Singkat cerita, alhamdulillah semua proses teknis administratif lancar -terimakasih kepada istri yang mengurus semua urusan saya sehingga saya tinggal berangkat. Kami rombongan dari daerah berangkat ke asrama haji dan menginap satu malam sebelum naik pesawat ke Jeddah esoknya. Sebetulnya dari sejak keberangkatan ini proses haji yang kompleks itu dimulai. Apa-apa yang sering dikeluhkan dalam pelaksanaan ibadah haji memang terjadi. Itu mulai dari akomodasi termasuk makan, transportasi dan pelayanan lainnya (yang insya Allah akan terlihat nanti).

Untuk menambah kompleksitas itu, dalam rombongan, ada berbagai macam orang dan kebanyakan mereka seperti dikatakan di atas adalah non-pegawai atau mereka yang memang bercita-cita untuk naik haji dengan mendalam. Kebanyakan mereka karena itu juga belum pernah naik pesawat terbang sekalipun, sehingga tidak tahu bagaimana memasang sabuk pengaman. Karena itu ada yang menirukan pramugari yang menjelaskan langkah-langkah kalau keadaan darurat dengan ikut memasang pelampung ke badannya.

Untuk mengatasi kompleksitas itu, kalau Anda ikut KBIH maka ada pengarahan untuk bersabar, bertawakkal, selalu berdoa dan berkonsentrasi. Ini adalah bagian dari menjadi haji mabrur, demikian pengarahan itu kira-kira berbunyi. Dengan bekal itu maka para jemaah diharap menahan diri dari perilaku mengeluh atau protes. Demikian lah, pengarahan itu cukup melekat untuk hari-hari keberangkatan dan beberapa hari di tanah suci. Pengarahan itu juga berlaku dalam berprilaku di negeri orang. Kebanyakan jemaah haji yang baru sekali berjalan-jalan jauh umumnya menerima semua arahan itu dengan sigap tanpa bertanya-tanya. Nah siapa yang diuntungkan dengan pengarahan ini? Silahkan jawab sendiri.

Perjalanan di pesawat kalau dari Surabaya ke Jeddah sekitar 9 jam 30 menit non-stop. Alhamdulillah itu ditempuh dengan lancar. Pesawatnya cukup nyaman, pelayanannya cukup bagus karena pramugari dan petugasnya tidak sinis, sangat profesional dan membantu bapak-ibu calon haji yang masih kagok dengan aturan di dalam pesawat. Maklumpara kru pesawat ini hampir semua mereka berasal dari luar negeri. Hanya satu dua dari Indonesia dan terima kasih, mereka tidak bertugas di tingkat atas pesawat, tempat kami duduk.

Kami berangkat dari Surabaya tengah hari dan tiba di Jeddah sebelum subuh. Setelah pemeriksaan imigrasi dan paspor disimpan petugas haji, para jemaah diberi tempat istirahat sebentar dengan lesehan di atas karpet dan sholat subuh. Di sebelah lain terlihat jamaah dari Turki (Turkiye - dalam tulisan yang saya baca) yang duduk di kursi dengan teratur rapi, mendapat pengarahan . Terlihat mereka diorganisir oleh agen perjalanan bukan oleh negara yang nampak dari atribut yang mereka pakai seperti kerudung.

Setelah sholat, tas koper kita cari sendiri kemudian oleh petugas dibawa ke bus masing-masing menuju Mekkah. Dalam perjalanan ini cerita yang hanya saya dengar selama ini ternyata benar. Konon, menurut sahibul hikayat, untuk memperlancar perjalanan maka para sopir di sana harus mendapat tip atau semacam uang agar sopir itu bekerja dengan baik. Ternyata cerita itu benar adanya. Pimpinan rombongan di tiap bus meminta tiap jemaah untuk urun 1 real agar sopir tidak ngambek dan akan mengendarai dengan baik. Entah kapan praktek itu dimulai tidak ada yang tahu, tapi nampaknya para sopir itu sudah mengerti dan para jemaah juga seperti sudah faham. Satu hal agaknya jelas bahwa praktek itu dimulai dan dibiasakan oleh orang Indonesia. Dan seterusnya setiap ada kegiatan yang menggunakan kendaraan, tiap jemaah seperti sukarela menyisihkan satu real untuk sang sopir yang umumnya senang bukan kepalang menerimanya seperti pengelana berjumpa air di padang pasir. Menurut cerita, sebenarnya para sopir itu sudah dibayar dan tidak perlu lagi ada tip. Tapi saya rasa itulah kepandaian orang Indonesia dalam mengekspor budaya.

Perjalanan Jeddah-Mekkah kurang lebih satu jam. Di kiri kanan memang yang nampak kebanyakan adalah batu-batu gunung yang besar dan gurun pasir. Tidak ada satupun memang yang bisa hidup di sana. Bagi mereka yang bercita-cita dengan sungguh2 dan berupaya dengan kuat ke sana, saat-saat yang menggetarkan segera tiba. Mereka tidak percaya sudah tiba di negeri impian dan sebentar mereka akan melihat Ka'bah. Sebagian mereka mulai terharu....

Sebelum itu, kita akan segera tiba di pondokan kita selama di Mekkah. Seperti apakah pondokan itu, mudahkan mencapai tempat itu, bagaimana sopir membawa kita ke sana, itu insya Allah di bagian berikutnya.

Akhirnya Ke Tanah Suci Juga (1)

Akhirnya Ke Tanah Suci Juga (1)

Akhirnya saya pergi juga ke tanah suci. Pergi menunaikan haji adalah kewajiban bagi semua orang Islam. Tetapi pernahkah Anda benar-benar berfikir, berniat atau melakukan sesuatu untuk melaksanakan ibadah itu. Sepanjang pengetahuan saya dan berdasarkan pengalaman kawan2 di sekitar saya, sebetulnya kita tidak pernah serius memikirkan hal ini. Asumsinya adalah ah nanti saja, kapan-kapan kan bisa, ini kan kewajiban sekali seumur hidup. Alasan lain adalah belum ada panggilan, masih sibuk dan belum punya rezeki.

Setidaknya itu juga lah yang ada dalam benak saya. Saya berangan-angan untuk pergi kemana saja ke luar negeri, tetapi tidak ada angan-angan yang kuat untuk ke tanah suci. Alhamdulillah Tuhan mengabulkan hampir semua angan-angan itu. Berbagai negeri telah dikunjungi, -sesuatu hal yang tidak terbayangkan oleh anak kampung yang hanya punya beberapa helai baju untuk bermain dan bersekolah di waktu kecilnya (untung tak ada kewajiban ketat berseragam di sekolah waktu itu sehinga pakaian bisa dipakai berganti-ganti). Bahkan hampir setiap tahun, alhamdulillah ada kesempatan untuk melancong ke seberang negeri.

Sampai usia lebih 40 tahun, ke tanah suci sungguh tidak terangankan. Ia hanya kewajiban yang tertulis dalam rukun Islam. Beberapa tahun lalu, mungkin 10 tahun lalu kira-kira, orang yang selalu bersama saya dalam suka dan duka selama 18 tahun ini, merealisir niatnya sendiri untuk naik haji. Bersamaan dengan dia, saya pun ikut dibukakan tabung haji di sebuah bank. Saya sungguh tidak tertarik, dan hanya mengatakan kalau sudah dibuka tabungannya ya sudah. Tabungan pun tidak pernah ditambah. Dia lah yang menjaga tabungan itu agar tetap ada peluang pergi haji.

Orang yang saya sebutkan tadi yang tidak lain adalah istri saya akhirnya sudah cukup tabungannya untuk berangkat dan menanyakan kepada saya apakah saya juga akan menambah jumlah tabungan sehingga cukup untuk berangkat bersama-sama. Ketika itu muncul alasan klasik seperti kebanyakan orang bahwa saya belum siap. 'Kamu aja deh duluan, biar saya yang tunggu anak-anak saja', kataku kira-kira. Dalam benak saya, ini perkara mudah, kapan-kapan saja bisa. Naik haji saja koq cita-citanya serius banget.

Istri saya pun mendapatkan kuota dan akan berangkat sendiri. Ia telah mengatur semuanya bagi seorang perempuan yang akan berangkat tanpa muhrimnya (konsultasi ke kiai dsb tentang apa yang harus disiapkan). Pada tahun 2006 tahun istri saya akan berangkat haji, saya masih melanglang buana dan kali ini Tuhan mengizinkan saya pergi ke Kyoto selama enam bulan. Ada perisitiwa-peristiwa menarik di Kyoto Jepang yang akhirnya membawa saya untuk segera juga menunaikan ibadah haji dengan istri saya yang akan ditulis dalam bagian berikut tulisan ini.

Jalan ke Tanah Suci (2)

Jalan ke Tanah Suci (2)

Kyoto memasuki musim semi ketika saya tiba di sana. Musim bunga sakura berbunga telah lewat. Minggu2 pertama sungguh menyenangkan dan seperti banyak kunjungan ke luar negeri, berbagai rencana yang menyenangkan telah diatur. Kata kawan kita akan pergi ke laut memancing bersama-sama. Kawan yang lain akan mengatur acara jalan-jalan di Kyoto dan seputarnya. Kita akan Ong Seng... mandi air panas dll. Maklum akan tinggal di sana selama enam bulan.

Tetapi apa yang terjadi kemudian sungguh di luar dugaan. Suatu penyakit aneh menyerang berhari-hari, berminggu-minggu dan berbulan-bulan dan tidak diketahui apa penyebabnya. Dokter-dokter Jepang yang dikenal ahli dan punya fasilitas RS yang moderen pun tidak tahu penyebabnya dengan pasti (namun ini topik lain yang akan dibahas kapan2 atau bila bila masa). Dokter berganti dan RS berganti, tidak ada yang tahu penyebabnya apa. Mungkin penyakit itu juga yang menyebabkan saya sakit perut luar biasa suatu hari sehingga pingsan dan jatuh yang menyebabkan kepala bocor dan dijahit. Oleh dokter kemudian diberikan jaring penutup kepala putih seperti kopiah haji... dan kawan-kawan mulai mengejek... Pak Haji.

Penyakit itu akhirnya ditemukan penyebabnya melalui endoscopy test hanya sebulan sebelum saya menghabiskan waktu di Kyoto. Dalam penderitaan rasa sakit, cemas dan takut itu lah, doa-doa dipanjatkan. Ketika akan tidur lafal-lafal doa disebutkan agar sakit disembukan oleh yang Kuasa dan agar rasa sakit menjadi tidak terasa dan agar mata bisa terpejam untuk tidur. Penderitaan itu terasa makin lengkap... ketika saya berjumpa dengan seorang pengikut kaum nabi Luth yang dengan segala bujuk rayu... ingin memperaktekkan ajaran yang dilarang nabi Luth itu dengan saya. Pengikut ajaran kaum nabi Luth itu sungguh baik luar biasa, namun ternya di atas semuanya ada udang di balik batu... ia ingin memperaktekkan ajaran itu. Sungguh hari-hari yang menyedihkan dan menyakitkan.

Pada hari-hari menderita itu lah, keputusan untuk menunaikan ibadah haji, ikut bersama dengan istri juga dibuat. Mungkin keputusan dibuat karena takut pada Tuhan atau juga untuk 'membujuk' Tuhan agar penyakit disembuhkan. Alhamdulillah kemudian penyakit itu ditemukan penyebabnya dan perlahan-lahan bisa diobati, walaupun kemudian meninggalkan penyakit yang lain.

Demikian lah istri saya kemudian mengusahakan akan kami bisa berangkat bersama pada akhir tahun 2006 itu. Tahun itu adalah tahun haji akbar yang ditungu-tunggu dan hanya terjadi kalau tidak salah 10 tahun sekali. Namun apa hendak dikata, saya terlambat mendaftarkan untuk berangkat karena kuota sudah penuh. Karena ingin berangkat bersama saya, istri yang telah mendapatkan kuota, menunda keberangkatan sehingga tahun berikutnya. Ia menunda keberangkatan pada haji akbar.

Alhamdulillah tahun berikutnya tahun 2007, saya dipastikan mendapatkan kuota untuk berangkat bersama dengan istri. Di tanah suci itu banyak cerita yang menarik. Mungkin sebagaian sama dengan pengalaman orang lain di tanah suci tapi sebagaian lainnya insya Allah berbeda.

Tapi sebelum cerita-cerita itu, ada pesan di balik cerita keberangkatan ini. Sebaiknya orang tidak perlu menunggu sampai sakit untuk memutuskan naik haji. Haji, haji, haji memang sebaiknya ada dalam angan-angan sebagaimana misalnya angan-angan saya untuk pergi sekolah ke luar negeri dan untuk mengunjungi berbagai tempat. Bayangkan angan-angan itu sebagai sesuai yang menyenangkan dan baik, dan insya Allah bisa terwujud. Ketika saya berjumpa dengan beberapa orang yang naik haji yang kebanyakan ternyata para pedagang, peniaga, wiraswastawan/wati, mereka yang non-PNS, tukang beca dan petani, cita-cita dan angan-angan naik haji tertanam dalam di dalam hati mereka seperti saya juga menanam dalam-dalam angan-angan untuk selalu berjalan-jalan ke manca negara. Anda tentu sering mendengar bahwa cita-cita petani untuk bekerja keras adalah agar bisa naik haji atau cita-cita tukang beca untuk naik haji. Demikian lah apa yang mereka angankan dari dalam hati itu banyak yang menjadi kenyataan. Mereka adalah orang-orang yang sangat bersemangat di tanah suci, mengatasi segalah hambatan (yang insya Allah akan diceritakan juga) di tanah haram itu.

Semester Baru

Semester baru Ganjil mulai lagi sejak Senin 21 Agustus lalu. Walaupun tidak setiap minggu (karena mengajar dalam team), tetapi total kelas y...